"Limpahan getah dari batang karet berusia muda menjadi pengharapan setiap petani. Lewat budidaya karet organik, petani kini menunggu harapan itu terwujud."
BERTAHUN lamanya Usmadi dan puluhan petani karet di Desa Sungai Naik, Kecamatan Bulang Tengah Suku (BTS) Ulu, Kabupaten Musi Rawas, menyambung hidup keluarganya dari menjual getah karet.
Seolah tanpa mengenal lelah, dia terus menyadap kulit batang karet tua peninggalan orangtuanya. Semakin disadap, semakin sedikit pula tetesan getah bernilai rupiah yang didapatkannya setiap hari.
“Saya punya kebun karet 5 hektare, tapi tidak bergetah. Bayangkan saja, hasil getahnya hanya 30kg per hari. Padahal, harga getah yang dijual dengan biaya pemeliharaan dan pemupukan sudah sangat tidak sebanding. Mau apalagi karena ilmu menanam karet yang selama ini kami terima
berasal dari turun temurun,” ungkap Usmadi kala berbincang dengan BeritaPagi beberapa waktu lalu.
berasal dari turun temurun,” ungkap Usmadi kala berbincang dengan BeritaPagi beberapa waktu lalu.
Senada diungkapkan petani karet lainnya, Alipin. Ia mengatakan, menyadap karet merupakan mata pencarian utama masyarakat Desa Sungai Naik. Setiap hari, hampir sebagian masyarakat di desa itu, memanfaatkan lahan peninggalan orangtua masing-masing untuk menanam batang karet.
“Pola penanaman selama ini yang kami lakukan tanpa ilmu budidaya bercocok tanaman yang baik. Wajar saja, getah karet yang dihasilkan tidak begitu banyak. Kami ingin mengubah nasib, biarlah tinggal di desa, tapi rezekinya kota,” kata Alipin bercanda namun penuh harap.
Keinginan kuat para petani di Sungai Naik untuk mengubah nasib ternyata mendapat respon positif dari PT Medco E&P Indonesia. Petani pun dikenalkan pada program pendidikan dan penanaman karet organik.
“Selama empat hari penuh kami diajari cara menanam karet organik. Mulai dari pembibitan, pembuatan pupuk organik sampai pendampingan penanaman dan pemeliharaan bibit karet yang baik dan benar. Semoga saja karet kami nanti banyak getahnya,” ujar Usmadi.
Dia mengatakan, metode sekolah lapangan yang diperkenalkan oleh PT Medco E&P diikuti sekitar 36 petani karet di Sungai Naik. Setiap petani sedikitnya memiliki 2 hektar kebun karet. “Total kebun karet percontohan yang akan ditanami dengan pola organik sekitar 30 hektar, kalau ini berhasil kemungkinan petani-petani karet lainnya akan mengikuti jejak kami. Kini saatnya menanam karet organik yang ramah lingkungan,” timpal Alipin.
Sementara itu, Community Enhancement Officer PT Medco E&P Indonesia, Muchtasor, mengatakan, program budidaya karet organik dan pendidikan sekolah lapangan ini dimulai sejak 2011 bekerja sama dengan Balai Penelitian Sembawa (BPS) Kabupaten Banyuasin.
Tujuan program ini tentu saja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani, karena dengan menggunakan sistem budidaya karet organik, produktivitas hasil pertanian karet. “Program ini kami terapkan di tujuh desa, yakni, desa Sungai Naik, Sungai Bunut, Gunung Kembang Lama, Gunung Kembang Baru, Mekar Jaya, Kembang Tanjung, dan Pangkalan Tarum,” jelasnya.
Berdasarkan hasil studi sebelumnya di Kabupaten Muaraenin terhadap 200 batang karet yang sudah berproduksi, sebelum perlakuan, hasilnya didapat getah 41kg per minggu. Setelah diterapkan sistem organik sekitar tiga bulan hasilnya meningkat jadi 120kg per minggu.
“Sekolah lapangan ini sudah kita sosialisasikan kepada petani sebanyak 147 petani yang kita latih, ini nantinya akan menjadi pelatih untuk rekan-rekannya di masing-masing desa, sehingga ada transfer ilmu di sini,” katanya.
Di samping itu, lanjut dia, pihaknya juga melakukan pengawasan sampai karet organik yang ditanam para petani menghasilkan dan memberikan nilai yang lebih bagi petani sendiri. Tak hanya itu, budidaya karet organik turut
mendukung program lingkungan. “Selama ini paradigma penggunaan pestisida, pemilihan bibit yang tidak baik, dan cara menanam yang tidak beraturan, tidak merugikan para petani, tapi akhirnya produksi karet yang dihasilkan tidak banyak dan masyarakat yang dirugikan,” pungkasnya. /frans kurniawan
mendukung program lingkungan. “Selama ini paradigma penggunaan pestisida, pemilihan bibit yang tidak baik, dan cara menanam yang tidak beraturan, tidak merugikan para petani, tapi akhirnya produksi karet yang dihasilkan tidak banyak dan masyarakat yang dirugikan,” pungkasnya. /frans kurniawan
No comments:
Post a Comment